Sejarah Pulau Onrust, Kepulauan Seribu
Hallo sobat keong, hari ini saya akan berbagi cerita tentang sejarah, bukan sejarah tentang keong love story loh sobat, bukan, bukan tapi kali ini saya akan bercerita tentang sejarah Pulau Onrust yang berada di Kepulauan Seribu. Sebelum Sobat mengnunjungi pulau Onrust sebaiknya baca sejarahnya dulu. Bukan mengenang kejayaan penjajah kolonial, Namu disini saya menceritakan fakta pada sobat keong kalo penjajahan itu memang ada. Dari pada penasaran langsung saja yuk simak sejarah pulau Onrust.
Pulau Onrust memiliki sejarah yang panjang. Nama Onrust sendiri diambil dari bahasa Belanda, Onrust yang artinya tidak pernah beristirahat. Atau dalam bahasa inggris di kenal dengan istilah unrest. Asal usul pemberian nama Pulau Onrust ini berawal dari kesibukan yang tidak pernah berhenti yang terjadi di Pulau Onrust. Pada masa kolonial Belanda, pulau Onrust merupakan pusat bongkar muat dan galangan kapal bagi kapal-kapal laut yang singgah di Sunda Kelapa sebelum melanjutkan pelayarannya untuk menjelajahi dunia. Karena memiliki peranan yang sangat penting inilah, kemudian Belanda membangun benteng di Pulau Onrust sebagai markas utama untuk menguasai nusantara serta untuk mempertahankan tanah jajahannya dari bangsa lain. Bahkan setelah berkali-kali di bumi hanguskan oleh tentara Inggris, Belanda tidak pernah berhenti untuk membangun Pulau Onrust sebagai benteng pertahanan mereka.
Sebelum abad ke-17, Pulau Onrust digunakan sebagai tempat peristirahatan raja-raja Banten. Daerahnya yang sejuk dan pepohonan yang rindang membuat para petinggi kerajaan Banten sangat menyenangi pulau ini. Maka tak salah jika raja-raja Banten menggunakan pulau ini sebagai tempat peristirahatan..
Namun, setelah penguasaan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) yaitu sebuah Perusahaan Dagang Hindia Timur Belanda di tahun 1619, Pulau Onrust digunakan sebagai tempat galangan kapal yang ditunjang dengan berbagai infrastruktur yang dibangun berbeda rentang waktunya, seperti dermaga (1610), benteng (1656), gudang mesiu (1659), bastion (1672) dan kincir angin untuk penggergajian kayu (1674).
Bangunan-bangunan tersebut mengalami kehancuran setelah serangan Inggris pada tahun 1803 dan 1806. Pemerintah Hindia Belanda di bawah pimpinan Gubernur Jendral GA. Baron van der Capellen membangun kembali pulau ini dan memperbaiki beberapa fasilitas yang hancur. Namun, gelombang pasang letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 kembali menghancurkan bangunan-bangunan yang telah diperbaiki itu.
Selama kurun waktu 1905-1911, Pulau Onrust pernah juga digunakan sebagai tempat stasiun cuaca, atau saat ini dikenal sebagai Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Di era selanjutnya, kemudian Pulau Onrust berubah fungsi dan digunakan sebagai Karantina Haji hingga tahun 1933. Pelaksanaan karantina haji dalam suatu kajian politik terungkap dalam buku Prof. Dr. Aqib Suminto (Politik Hindia Belanda Terhadap Islam), bahwa ide karantina haji merupakan suatu sikap kekhawatiran yang sangat tinggi dalam pemerintahan kolonial terhadap meluasnya gerakan Pan-Islam yang dimotori oleh Jamaluddin Al-Afghan; Muhammad Abduh; dan Muhammad Rasyid Ridha di Timur Tengah.
Biasanya orang-orang yang pergi melaksanan ibadah haji akan bertahan di Tanah Arab paling sedikit tiga bulan. Kesempatan itu digunakan untuk belajar agama kepada ulama-ulama terkemuka. Masalahnya, banyak tokoh yang kembali ke tanah air sepulang naik Haji membawa perubahan. Contohnya adalah Muhammad Darwis yang pergi haji dan ketika pulang mendirikan Muhammadiyah, Hasyim Asyari yang pergi haji dan kemudian mendirikan Nadhlatul Ulama, Samanhudi yang pergi haji dan kemudian mendirikan Sarekat Dagang Islam, Cokroaminoto yang juga berhaji dan mendirikan Sarekat Islam.
Hal-hal seperti inilah yang merisaukan pihak Belanda. Maka salah satu upaya belanda untuk mengawasi dan memantau aktivitas serta gerak-gerik ulama-ulama ini adalah dengan mengharuskan penambahan gelar haji di depan nama orang yang telah menunaikan ibadah haji dan kembali ke tanah air. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda tahun 1903. Pemerintahan kolonial pun mengkhususkan P. Onrust dan P. Khayangan di Kepulauan Seribu jadi gerbang utama jalur lalu lintas perhajian di Indonesia.
Jadi demikianlah, gelar Haji pertama kali dibuat oleh pemerintahan kolonial dengan penambahan gelar huruf “H” yang berarti orang tersebut telah naik haji ke mekah. Seperti disinggung sebelumnya, banyak tokoh yang membawa perubahan sepulang berhaji, maka pemakaian gelar H akan memudahkan pemerintah kolonial untuk mencari orang tersebut apabila terjadi pemberontakan.
Uniknya, pemakaian gelar tersebut sekarang malah jadi kebanggaan. Tak lengkap rasanya bila pulang berhaji tak dipanggil "Pak Haji" atau "Bu Hajjah".
Kekhawatiran pemerintah Hindia Belanda itu ternyata berbuah kenyataan. Hampir semua pimpinan perlawanan di tanah partikelir adalah mereka yang telah menunaikan ibadah haji. Untuk mengawasi kegiatan orang-orang yang melakukan ibadah haji adalah melakukan karantina haji dengan alasan menjaga kesehatan. Pemerintah kolonial memberikan cap kepada mereka yang melaksanakan ibadah haji dengan kata (gelar) haji di depan nama orang itu. Dalam kenyataannya saat itu sejak munculnya Syarekat Islam (1912) lalu Muhammadiyah, para pimpinan Syarekat Islam di berbagai kota baik pulau jawa dan pulau sumatera adalah para haji.
Pemerintah kemudian mengalihkan fungsi bangunan bekas karantina haji itu sebagai tempat tahanan politik di era tahun 1933. Tahanan pertama yang menghuni bekas barak karantina haji tersebut adalah tahanan Pemerintah Hindia Belanda yang melakukan pemberontakan di Kapal Zeven Provincien atau yang dikenal dengan “Kapal Tujuh”
Peristiwa Zeven Provincien terjadi pada awal Februari 1933. Pemberontakan tersebut dipicu oleh diskriminasi pemerintah terhadap sistem penggajian anak buah kapal (ABK). Awak kapal pribumi dan Indo Belanda/ Eropa menerima upah lebih kecil dibandingkan awak kapal kebangsaan Belanda/ Eropa totol dalam satu uraian tugas.
Memasuki tahun 1940, kondisi politik Indonesia dipengaruhi oleh kondisi global Perang Dunia II. Ketika itu, orang-orang Jerman datang ke Indonesia untuk membuka hubungan dengan pemerintah Hindia Belanda. Namun, hubungan tersebut tidak dapat terealisasikan karena Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler terlebih dahulu menyerang Belanda. Akibatnya, orang-orang Jerman yang berada di seluruh Indonesia ditahan dan dilokalisasikan di Pulau Onrust. Salah satunya adalah Stenfurt, mantan kepala administrasi Pulau Onrust.
Jadi selama kurun waktu 1940 hingga 1942, Pulau Onrust digunakan untuk menampung tahanan kebangsaan Jerman. Mereka ditempatkan dalam barak-barak yang dahulu digunakan untuk para tahanan pemberontakan Kapal Zeven Provincien. Sementara itu, di Kelor, Cipir, Bidadari dan Edam tidak ada aktivitas menonjol yang dilakukan di pulau-pulau tersebut sehingga menjadi terbengkalai.
Pada periode pendudukan Jepang, minyak bumi dan karet menjadi alasan “jihad”nya orang Jepang, terutama setelah mereka menyerbu Pearl Harbour 7 Desember 1941, maka tidak ada pilihan lain adalah mendapatkan minyak bumi dan karet di Hindia Belanda melalui serangan militer. Akhirnya, dengan mengerahkan kekuatan penuh, Jepang berhasil masuk batavia pada tanggal 5 Maret 1942.
Dimana kota itu telah ditinggalkan militer Belanda dan para pejabatnya yang mengungsi ke Australia melalui pelabuhan Cilacap. Beberapa hari kemudian Hindia Belanda menyerah tanpa syarat pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Dan Jepang menjadikan Pulau Onrust sebagai tempat tahanan, karena bagi Jepang pulau tersebut kurang potensial sebagai pertahanan, sebab pada saat itu sudah dikenal pesawat tempur udara.
Setelah Indonesia merdeka (1945), Pulau Onrust dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, diantaranya sebagai Rumah Sakit Menular di bawah pengawasan Departemen Kesehatan RI (1950-1960), tempat penampungan para gelandangan dan pengemis (1960-1965) dan tempat latihan militer. Namun, pada tahun 1960, seluruh pasien yang dirawat di Pulau Onrust dipindahkan ke Pos VII Pelabuhan Tanjung Priok yang fasilitasnya lebih baik. Setelah tidak digunakan untuk Rumah Sakit, Pulau Onrust dimanfaatkan untuk menampung gelandangan dan pengemis selama kurun waktu 1960-1965.
Pada tahun 1968, Pulau Onrust yang sudah di tinggalkan penghuninya mengalami penjarahan material bangunan secara besar-besaran oleh masyarakat sekitar. Akibatnya sebagian besar bangunan bersejarah ini rata dengan tanah sampai saat ini. Untuk melindungi pulau ini dari kehancuran yang lebih parah, maka pemerintah DKI Jakarta yang dipimpin oleh Gubernur Ali Sadikin mengeluarkan SK No. 11/2/16/72 yang menetapkan Pulau Onrust sebagai pulau bersejarah yang dilindungi. Tapi sudah terlambat!
Selain untuk menampung gelandangan, Pulau Onrust juga dijadikan sebagai tempat latihan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pelatihan tersebut bagian dari upaya strategi merebut Irian Jaya dari kekuasaan Belanda. Sesuai perjanjian KMB (1949), pengakuan Belanda atas Indonesia tidak termasuk Irian Barat.
Pada saat dijadikan sebagai tempat latihan tentara, Pulau Onrust pernah digunakan sebagai tempat eksekusi mati seorang pemimpin besar Darul Islam (DI) bernama Raden Sekar Maji Kartosuwiryo. Pada bulan Juni 1962, Ia ditangkap dan diadili dengan tuduhan telah melakukan pemberontakan dan berusaha melakukan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Hasil pengadilan memutuskan bahwa Ia diganjar hukuman mati.
Pulau onrust juga meninggalkan kisah gaib yang berupa penampakan hantu Maria Van De Veldes, seorang istri dari Johanna Kalf, penguasa Pulau Onrust. Maria van De Veldes meninggal pada usia 28 tahun karena penyakit malaria. Maria lahir pada 29 Desember 1693 di Amsterdam, Belanda dan meninggal pada 19 November 1721 di Pulau Onrust. Dalam pemakamannya, Maria mengenakan gaun berwarna merah. Menurut cerita, Maria sering menampakkan dirinya ketika sore hari dengan bermain ayunan di sekitar makam sambil mengenakan gaun merahnya.
Di atas makam Maria tertulis puisi dalam Bahasa Belanda :
Tel leven Hadde God Haar
T leven Willen Sparen
Dogh T Blijckt Jehova Heeft
Dat Door Den Doot Belet
Maria dies Is Weg
Maar Neen K Herroep Dat Woort
Als Onbedagh Gesprokeen
En T Sy Van Myn Aanstont
Op Hesterdaat Gevrokeen
Maria Leeft by Haar Heer
Gebooren Tot Amsterdam
Deen 29 Desember 1693
Gestroven Den 19 November
Anno Op Onrust 1721
Artinya kurang lebih seperti di bawah ini :
Maria van de Velde
mayatnya dikubur
walaupun ia pantas
hidup bertahun-tahun lamanya
seandainya Tuhan
berkenan demikian
namun rupanya, Jehova
menghalangi itu dengan kematian
Maria hilang, Maria tiada lagi
bukan! saya tarik kembali kata itu
karena diucapkan tanpa pikir panjang
maka semoga kelancanganku
lansung didenda
kini Maria baru sungguh-sungguh hidup
sejak hidup dekat Tuhannya
lahir di Amsterdam
tanggal 29 Desember 1693
meninggal tanggal 19 November
1721 di Onrust
Setelah tahun 1963, Pulau Onrust tidak lagi digunakan sebagai tempat latihan militer, sehingga menjadi terbengkalai. Ketika dimulainya revolusi orde baru, pulau tersebut dalam kondisi terlantar dan dikosongkan, maka memberikan kesan tak bertuan. Oleh karena kondisi tersebut, pada tahun 1968 terjadi pembongkaran dan pengambilan seluruh material bangunan yang ada. Barak-barak dan tempat karantina haji yang dahulu digunakan telah hancur karena pembongkaran yang dilakukan atas izin dari Koramil 072 Jakarta Utara tersebut.
Nah sekian dulu ya sobat keong cerita tentang sejarah Pulau Onrust, nantikan cerita selanjutnya, Pesan saya jika sobat keong berkunjung di tempat wisata jangan lupa untuk menjaga kebersihan, Jangan banyak mengharap kepada Indonesia karena kewajiban menjaga dan melestarikan dan merawat indonesia itu kewajiban dari diri kita masing-masing. Salam Ngeong
Tempat tempat kaya begini yang orang banyak lupa ttg sejarah dan keindahan negeri kita ini... thanks for sharing!
ReplyDeleteThanks udh share kak, izin noted yaa makasih.
ReplyDeleteDownload/Watch Zootopia (2016)